Pages

Kamis, 21 Mei 2020

Resensi Buku Yang (tak) Pernah Sederhana karya Tia Setiawati


picture and review
credit by @sherenal




Judul: Yang (tak) Pernah Sederhana
Pengarang: Tia Setiawati
Penerbit: Mediakita
Cetakan ke: 1
Tahun terbit: 2018
Tebal buku: 232 hal.
Kategori/Genre: Puisi

“Kau boleh pergi. 
Satu kali. 
Dengan satu syarat. 
: Jangan pernah kembali.” 
-hal 136

Tia Setiawati sudah suka menulis puisi semenjak SMP. Sebelum buku keduanya ini terbit di mediakita, ia sudah berani menerbitkan empat buku, yakni dengan tiga jilid kumpulan puisi “Karena Puisi Itu Indah” dan sebuah novel berjudul “Koma”. Awalnya, aku tertarik dengan buku antologi puisi ini karena teracuni dari akun youtube mediakita yang salah satu kontennya berasal dari buku ini.

Ini adalah buku antologi puisi pertama yang aku punya. Buku ini menceritakan tentang putus-nyambung dan pertanyaan setia kepada seseorang. Sebab, cinta memang tak sederhana. Terlalu banyak kenangan, terlalu banyak hal yang sebenarnya perlu dipertanyakan, terlalu banyak juga yang terkadang membuat penderitaan untuk rasa masing-masing.

Sampulnya unik, ukurannya mungil, tetapi cukup tebal dan dapat dibaca berkali-kali karena banyak sekali topik bagaimana  sabar dan berjuangnya seseorang dalam meluruskan hubungan. Selalu ada pemenggal dari sub-bab puisi atau sajak dengan kutipan yang memiliki desain layout bagus dan sangat quoteable. Buku ini dapat membuat para pembacanya menangis, apalagi jika memasukkan objek “seseorang” ke dalam fantasi dari setiap kata-kata di buku ini. Pembatas bukunya lumayan besar dan tidak mudah hilang karena tempelan kertas dengan kertas lainnya di bagian tengahan rapat. Dengan ada bahan puisi ini, dapat dijadikan sebagai musikalisasi puisi dengan kreasi sendiri dan dijadikan hiburan untuk hati yang terluka. Bahasanya tidak terlalu banyak kiasan dan dapat dipahami secara langsung alias tersurat, memudahkan pembaca tanpa sulit menempatkan suatu majas-majas rumit.

Dari sekian kebagusan tersebut, menurutku itu cukup, walau buku ini terlampau bucin sekali karena kukira ini akan punya kata kiasan tingkat “medium” yang tidak rumit dan tidak mudah dipahami juga sebagai tingkat intensitas kualitas puisi. Namun, balik ke awal, puisi tergantung selera masing-masing. Dan tanpa objek “seseorang”, bagiku buku ini akan terasa hambar, jadi pastikan jika kadar sedih, ingin, rindu, dan lainnya sedang meningkat, sehingga ini bisa jadi pelampiasan untuk kalian.

Buku ini aku rekomendasikan untuk orang-orang yang sedang kasmaran, khususnya untuk anak SMA atau perguruan tinggi ke atas. Hal ini dikarenakan cinta-cintaan yang kental di dalamnya atau hubungan serius dianjurkan atau umumnya diwajarkan di usia-usia itu. Jangan lupa siapkan tisu atau setel lagu melow untuk dapat membuka kilasan ingatan dengan si doi, dan setelahnya membentuk keputusan bagaimana baiknya sebuah hubungan itu berlanjut.


Rating 3.8/5


Resensi Novel Hans karya Risa Saraswati



picture and review
credit by @sherenal



Judul: Hans
Pengarang: Risa Saraswati
Penerbit: Bukune
Tahun terbit: 2017
Cetakan ke: 1
Tebal buku: 258 hlm.

“Aku telah mati. Lebih buruk dari itu, aku tak bisa menangis. Tak ada air mata yang bisa keluar lagi. Aku bingung memikirkan segalanya, memikirkan bagaimana nasib Oma Rose, nasib keluargaku yang lain….”- hal 244

Siapa yang tidak kenal dengan Risa Saraswati, penulis buku horor dan pembuat tayangan “indigo”/melihat makhluk halus bersama dengan krunya dalam menelaah setiap tempat (diajukan orang untuk dicek). Karya-karyanya yang lain ternyata juga disukai oleh banyak pembaca, seperti seri selain Hans ini, yaitu Peter, William, Hendrick, Janshen, dan masih banyak buku lainnya di luar seri, seperti Samantha, Maddah, bahkan Danur yang sudah difilmkan hingga rilisan seri berkali-kali.

Awalnya, kisah ini tak bercerita tentang Hans. Ini cerita bagaimana seluk-beluk kisah orang tua Hans, yaitu Heleen yang sempat diasingkan karena dia anak campuran, walau kulit dan rambutnya mendominasi warna orang Belanda dari ayahnya, Augusta Willem (memerkosa ibunya yang inlander). Anke sebagai teman mencomblangkannya dengan Adriaan Weel. Hal tersebut didukung dengan suaminya, Ludwig Schoner. Hal ini berakibat pilu ketika Anke dekat dengan Leonore Willem (anak angkat Augusta Willem). Heleen yang saat itu sudah punya anak tiga (Judith, Hans, dan Grena) berusaha memperbaiki hubungannya dengan ke rumah Anke sendirian. Ia menemukan Leonore yang hendak membunuh Anke. Kejadian tewasnya Anke menimbulkan tuduhan dan hukuman tak main-main, hingga Heleen pun kabur dan katanya terbakar di pabrik, Adriaan dengan kedua anak perempuannya entah ke mana, dan Hans beserta neneknya yang melarikan diri tanpa tujuan yang jelas. Risa Sarawasti menceritakan bagaimana Hans suka membuat roti dan takut kuntilanak, perjalanannya yang diliputi pertanyaan mengapa ia tak bertemu orang tua dan saudaranya, bahkan kematian yang tak terduga.

Novel ini akan jadi novel yang paling membayang-bayangi. Hal ini karena alurnya yang menurutku pahit untuk cerita antara Heleen dan Anke, dan bagaimana sayang dan nanggung kisah Hans yang menjadi teman Risa ini. Novel ini mampu membuat aku yang cenderung takut dengan hantu menjadi netral, layaknya saat membaca Samantha. Kisah Hans ini mengajarkan tentang banyak hal, perihal kisah Belanda yang tak selamanya bahagia. Dari awal, buku ini sama sekali tak bisa dikategorikan membosankan, aku menyelesaikannya dalam waktu sekitar satu hari, sebab runtutan dan antimainstreamnya kisah Hans yang sering membuat ngeri dan penasaran, sebab kisah Hans ini baru dapat ditemukan namanya di tengah halaman. Lebih ke poinnya, aku dibuat menangis sedalam-dalamnya, tidak di semua bagian, tetapi ada saja adegan yang demi apa membuat ngilu, sengilu-ngilunya di dada, kunobatkan jadi novel paling sedih.

Minusnya sedikit banget, hanya ending yang menghunjamku dengan pertanyaan “kenapa?”. Bagiku kematian dengan cara “—mengandung spoiler—” untuk si kecil Hans terlalu sayang, tetapi untuk ekspresif si Rosemary setelahnya juga mampu membuatku tersentuh. 

Buku ini cocok untuk semua kalangan umur, memberikan kesan misteri dan horor yang tidak melampaui batas dan menurutku aman-aman saja. Novel ini akan membuat pembacanya dikejar dengan rasa penasaran dan menyelesaikan dalam waktu sesingkat-singkatnya karena cerita kehidupan keluarga Hans yang berlangsung ngeri dan sangat seru untuk dibaca.
                                                                                       
Rating: 4.8/5