Pages

Kamis, 21 Mei 2020

Resensi Novel Hans karya Risa Saraswati



picture and review
credit by @sherenal



Judul: Hans
Pengarang: Risa Saraswati
Penerbit: Bukune
Tahun terbit: 2017
Cetakan ke: 1
Tebal buku: 258 hlm.

“Aku telah mati. Lebih buruk dari itu, aku tak bisa menangis. Tak ada air mata yang bisa keluar lagi. Aku bingung memikirkan segalanya, memikirkan bagaimana nasib Oma Rose, nasib keluargaku yang lain….”- hal 244

Siapa yang tidak kenal dengan Risa Saraswati, penulis buku horor dan pembuat tayangan “indigo”/melihat makhluk halus bersama dengan krunya dalam menelaah setiap tempat (diajukan orang untuk dicek). Karya-karyanya yang lain ternyata juga disukai oleh banyak pembaca, seperti seri selain Hans ini, yaitu Peter, William, Hendrick, Janshen, dan masih banyak buku lainnya di luar seri, seperti Samantha, Maddah, bahkan Danur yang sudah difilmkan hingga rilisan seri berkali-kali.

Awalnya, kisah ini tak bercerita tentang Hans. Ini cerita bagaimana seluk-beluk kisah orang tua Hans, yaitu Heleen yang sempat diasingkan karena dia anak campuran, walau kulit dan rambutnya mendominasi warna orang Belanda dari ayahnya, Augusta Willem (memerkosa ibunya yang inlander). Anke sebagai teman mencomblangkannya dengan Adriaan Weel. Hal tersebut didukung dengan suaminya, Ludwig Schoner. Hal ini berakibat pilu ketika Anke dekat dengan Leonore Willem (anak angkat Augusta Willem). Heleen yang saat itu sudah punya anak tiga (Judith, Hans, dan Grena) berusaha memperbaiki hubungannya dengan ke rumah Anke sendirian. Ia menemukan Leonore yang hendak membunuh Anke. Kejadian tewasnya Anke menimbulkan tuduhan dan hukuman tak main-main, hingga Heleen pun kabur dan katanya terbakar di pabrik, Adriaan dengan kedua anak perempuannya entah ke mana, dan Hans beserta neneknya yang melarikan diri tanpa tujuan yang jelas. Risa Sarawasti menceritakan bagaimana Hans suka membuat roti dan takut kuntilanak, perjalanannya yang diliputi pertanyaan mengapa ia tak bertemu orang tua dan saudaranya, bahkan kematian yang tak terduga.

Novel ini akan jadi novel yang paling membayang-bayangi. Hal ini karena alurnya yang menurutku pahit untuk cerita antara Heleen dan Anke, dan bagaimana sayang dan nanggung kisah Hans yang menjadi teman Risa ini. Novel ini mampu membuat aku yang cenderung takut dengan hantu menjadi netral, layaknya saat membaca Samantha. Kisah Hans ini mengajarkan tentang banyak hal, perihal kisah Belanda yang tak selamanya bahagia. Dari awal, buku ini sama sekali tak bisa dikategorikan membosankan, aku menyelesaikannya dalam waktu sekitar satu hari, sebab runtutan dan antimainstreamnya kisah Hans yang sering membuat ngeri dan penasaran, sebab kisah Hans ini baru dapat ditemukan namanya di tengah halaman. Lebih ke poinnya, aku dibuat menangis sedalam-dalamnya, tidak di semua bagian, tetapi ada saja adegan yang demi apa membuat ngilu, sengilu-ngilunya di dada, kunobatkan jadi novel paling sedih.

Minusnya sedikit banget, hanya ending yang menghunjamku dengan pertanyaan “kenapa?”. Bagiku kematian dengan cara “—mengandung spoiler—” untuk si kecil Hans terlalu sayang, tetapi untuk ekspresif si Rosemary setelahnya juga mampu membuatku tersentuh. 

Buku ini cocok untuk semua kalangan umur, memberikan kesan misteri dan horor yang tidak melampaui batas dan menurutku aman-aman saja. Novel ini akan membuat pembacanya dikejar dengan rasa penasaran dan menyelesaikan dalam waktu sesingkat-singkatnya karena cerita kehidupan keluarga Hans yang berlangsung ngeri dan sangat seru untuk dibaca.
                                                                                       
Rating: 4.8/5

0 komentar:

Posting Komentar