Pages

Rabu, 10 November 2021

Resensi Novel The Dog Who Dared to Dream oleh Hwang Sun-Mi

Resensi Novel The Dog Who Dared to Dream

photo and review credited to @sherenal_



 Judul: The Dog Who Dared to Dream

Nama penulis: Hwang Sun-Mi

Penerbit: Penerbit Baca

Tahun terbit: 2020

Cetakan ke: 1

Kategori: Novel

Jumlah halaman: 258 hal.

 

“Lupakan perkataan itu. Tidak perlu dipedulikan. Kamu ya kamu. Tidak ada yang berubah.”-hal. 57

 

Hwang Sun-Mi adalah penulis best seller dari Korea Selatan. Buku The Dog Who Dared to Dream adalah salah satu karyanya yang laris hingga diterbitkan dan diterjemahkan ke berbagai mancanegara, bahkan mendapatkan awards di London. Aku membeli buku ini secara online karena terpikat dengan cover maupun sinopsisnya—novel sudut pandang hewan pertamaku.

 

Buku bercover biru tua ini memiliki ilustrasi pada setiap pergantian partnya. Pemaparan cerita dari Hwang Sun-Mi mengisahkan secara runtut dan pada intinya. Penulis menyisipkan unsur Korea termasuk panggilan dan istilah, seperti pada hal. 205: makgeolli (alkohol tradisional Korsel dari fermentasi beras). Sesuai yang diduga, ini serupa fabel karena didasari sudut pandang hewan, termasuk perasaannya sebagai makhluk hidup.

 

Buku ini menceritakan seekor anjing bernama bulu panjang karena bulunya yang hitam sekaligus panjang hingga menutupi mata. Tak ada satu pun saudara maupun orang tuanya yang memiliki bulu seminoritas itu, sehingga orang tua termasuk saudaranya cenderung tidak mau berbagi makanan dengannya, dan bulu panjang harus mencari waktu yang tepat. Kemudian pada musim dingin, seorang pria penjual binatang mengadakan penawaran dan ditolak oleh majikannya (Tuan Pita Suara) sehingga terpaksa dicuri dengan menaruh racun pada daging santapan. Ketika semuanya pingsan, hanya bulu panjang yang sadar karena ia tidak memakannya sama sekali. Penculikan itu membuat anjing bulu panjang kesepian. Namun, takdir membuatnya bertemu dengan anjing jantan putih (pemimpin) dan cokelat (pemburu) yang kemudian menciptakan harapan baru.

 



“Luka membuat anak-anak belajar dan menjadi dewasa.”-hal. 197

 

The Dog Who Dared To Dream adalah novel ringan yang membuat hariku lebih tenang. Awalnya aku takut membuka sampul plastik karena covernya terlalu cantik dan khawatir kertasnya menguning, tetapi baru kubuka harus robek terlempar karena amarah adikku. Buku ini membuatku tahu bahwa hewan sungguhan punya perasaan, bisa merasakan sedih, senang, takut, bingung, seperti manusia. Tata cara penulisannya rapi, termasuk elipisis, dan terjemahan yang sekiranya mudah dimengerti. Ada bagian di mana aku menyicil dan semangat membuka halaman demi halaman ketika hal pilu dan kebahagiaan bulu panjang hadir bergantian. Tercekat, khususnya ketika ia harus kehilangan saudaranya bahkan anak-anaknya. Hewan lainnya juga dimunculkan untuk memperkaya cerita, seperti kucing tua dan kakak ipar (ayam betina). Entah terjemahannya atau subjektifku, cerita ini cukup jenaka, melankolis, dan menginspirasi—memberikan sudut pandang dari manusia yang kadang menghakimi dan menyayangi hewan. Novel ini juga tanpa sadar memberikan wawasanku terhadap budaya Korea Selatan yang dilakukan keluarga majikan bulu panjang. Kehangatan dan kehidupan sehari-hari rasanya nyata terjadi bukan sekadar cerita, sehingga menurutku akan lebih bagus dan tergambarkan jika buku bestseller ini difilmkan.


Meskipun begitu, terjemahan buku terlaris ini terlalu ringan dibaca karena aku cenderung menyukai buku berat dan makna tersirat, walau ternyata makna tersirat paling besar buku ini ada pada halaman terakhir. Judulnya sedikit menjebak untuk siratan “karir” yang kupikir. Panggilan untuk hewan juga kurang tepat, seperti “kakak ipar”, “kucing tua”, “si hitam”, tetapi cukup membuatku tertawa dan bisa dipahami. Jumlah anak dari ibu bulu panjang, termasuk anak bulu panjang sendiri yang banyak membuatku sulit menghafal bahkan me-reka ulang, tetapi kisah masing-masing mereka bermakna.

 

Novel ini sangat cocok untuk pencinta hewan, khususnya anjing. Buku ini juga ada serial lainnya dari penerbit Baca: The Hen Who Dreamed She Could Fly. Ketika membaca pesan pribadi penulis, aku menyadari bahwa judulnya mengartikan bulu panjang yang ingin terus menantikan hal-hal baik hingga akhir hayatnya. Bukan bermimpi untuk merubah dirinya sendiri, tetapi kehadiran anjing atau keluarganya, termasuk manusia dan hewan lain. Kehangatan di balik pagar rumah itu menjanjikan sesuatu yang tidak perlu diceritakan, tetapi dirasakan dan dikenang selamanya.

0 komentar:

Posting Komentar