Pages

Minggu, 19 Juli 2020

Resensi Novel Ceroz dan Batozar karya Tere Liye

 


--photo and review credited to @sherenal


Judul: Ceros dan Batozar

Pengarang: Tere Liye

Penerbit: Gramedia

Cetakan ke: 2

Tahun terbit: 2018

Kategori: Fiksi Ilmiah

 

“Semua pertikaian antara pemilik kekuatan dan orang-orang biasa hanyalah kedok, topeng. Sejatinya itu hanyalah perebutan kekuasaan. Politik. Ambisi orang-orang yang ingin berkuasa. Kebencian, prasangka antara pemilik kekuatan dan orang-orang biasa sengaja mereka jadikan alat agar mereka bisa berkuasa. Penuh pencitraan, penuh kebohongan.”-hal 273

 

Siapa yang tidak kenal sosok Tere Liye. Ia adalah penulis terkenal di Indonesia, bahkan menyebut namanya saja kita dapat menyebutkan berbagai macam karyanya. Buku Ceroz dan Batozar ini adalah karya kedua Tere Liye yang kupunya setelah Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin. Aku sempat membaca sedikit novel “Bintang” di perpustakaan sekolah dan hendak membeli offline, tapi hanya ada serial Ceroz dan Batozar, juga Komet. Karena kesamaan sampul dengan Bintang, aku pun membeli versi 4.5 ini.

 

Dulu, menurutku karya Tere Liye punya pemikiran terlalu berat, ternyata ini dibilang cukup untuk jadi pemikiran kritis para remaja. Tere Liye tidak pernah tergesa-gesa dalam menuliskan semuanya, sehingga runtut, bahkan sulit menemukan celah di mana suatu topik ada yang terlupakan atau plot hole. Sistematis. Setelah selesai membaca novel “Hujan” kemudian membaca “Ceroz dan Batozar” aku tidak begitu heran jika semuanya dituliskan secara fantastis. Aku berusaha mencari kata atau kalimat yang membuatku terus-menerus ketagihan tanpa memikirkan satu pun kesalahan. Penjelasan fisik, karakter, dialog, aksi, Tere Liye punya gaya kepenulisan yang saling melengkapi.

 

Sesuai judulnya, ini bercerita tentang sosok Ceros (badak) yang sebenarnya seorang manusia kembar: Ngglaggeram dan Ngglanggeran. Ada tiga tokoh yang jadi karakter dalam serinya, yaitu Ali, Seli, dan Raib. Mereka sedang ada study tour ke museum, lalu ILY atau kapsul milik Ali sang Jenius berdesing dan membawa mereka menemui Ceros, hingga tidak bisa keluar dan berkemungkinan terjebak selamanya. Kemudian kisah kedua yang berkelanjutan setelah Ceros ada Batozar yang kabur setelah beratus tahun dipenjara kabur ke bumi. Tanpa sadar, ketiga tokoh inilah yang menjadi poin penting Klan Bulan menemukan buronannya. Di sini, tokoh Raib menjadi tokoh paling didambakan kekuatannya karena dia keturunan murni yang dapat berbicara dengan alam, hingga ada perselisihan dengan Batozar dan Klan Bulan (terus memburunya), hingga ketiga anak enam belas tahun itu diculik dan kisah menyenangkan dan pilu dimulai.

 

Wow. Itu adalah kata yang tepat saat membacanya. Selain penulisannya yang sistematis tadi, segala ide teknologi terungkap di sini. Tentang makanan yang dibuat tanpa mesin dan jadi sendiri, kendaraan penembus portal, serta hal-hal menakjubkan yang rasanya membuat pembaca ingin pindah dimensi. Yang paling kusuka adalah karakter Raib dan Ali yang ada “uwu” nya dan si Seli turut mengisengi keduanya. Walau hanya sedikit penjelasnya, menurutku sangat cukup untuk menjawab setiap pertanyaan. Adapula hal paling menyentuh ketika Batozar berandai bertemu kedua orang yang sudah tidak bisa diraihnya, dan betapa membosankan hidup si kembar yang hanya hidup berdua dengan siklus sama walau punya teknologi memadai—mereka ingin pulang.

 

Sebenarnya, aku lumayan kesulitan dengan font pembagian episodenya karena kadang salah baca halaman dan mengingat relasi walau ada pembatasnya. Dengan karya fantastis ini, pembaca akan dibawa alam bawah sadarnya menikmati hal-hal yang masih belum mungkin karena novel ini berkisah betapa canggihnya era itu. Rasanya seperti dibanting setelah bangun dari mimpi. Aku juga semakin kagum dengan Ali yang jenius dan itu turut memukul ketidakmungkinan yang ada, tetapi setelah melihat kisah Seli dan Raib, tentu aku merasa bahwa menjadi diri sendiri dan menemukan inner power adalah hal terbaik.

 

Karya ini sangat aman dibaca semua usia. Aku bahkan membayangkan novel ini akan difilmkan dan akan berbuah seperti film Marvel yang heroik dan sehebat itu. Tidak ada unsur kekerasan berlebihan, sangat menghibur, dan menambah rasa semangat ketika sedang bosan. Aku jadi ingin membeli semua seri bumi ini dan terbitan baru karya Tere Liye, yaitu Selena dan Nebula, bahkan suatu hari ingin membangun perpustakaan novel sendiri saking banyak karyanya. Kamu akan berpikiran yang sama juga bahwa Tere Liye adalah penulis sci-fi yang tak kalah menakjubkannya dengan penulis luar negeri setelah membaca novel atau seri ini.