Pages

Sabtu, 12 Maret 2022

Resensi Novel Hatiku Memilihmu Karya Arumi E

review and photo credited to @sherenal_


Judul: Hatiku Memilihmu

Penulis: Arumi E

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Cetakan ke: 2

Tahun terbit: 2016

Tebal buku: 245 hal.

Genre: Romance

 



    “Bagi orang yang tidak paham, mungkin kegiatan shalat yang menginterupsi pekerjaan dianggap memanfaatkan waktu efektif kerja. Namun, konsentrasi dan fokusnya dalam bekerja seolah-olah terbarukan setelah jeda sepuluh menit untuk shalat wajib.”

 

    Arumi E adalah penulis kelahiran Jakarta. Salah satu karyanya telah difilmkan berjudul Merindu Cahaya de Amstel. Ia mempunyai harapan untuk mengunjungi latar tempat yang ada di novel-novelnya. Awal aku membeli novel ini karena sampul bukunya cantik dan latar tempat luar negeri menarik banget!

 

    Novel ini ditulis dari prolog hingga epilog, mempunyai alur maju, dengan sudut pandang orang ketiga. Disisipkan kutipan cerita berkesan sebelum paragraf dimulai. Penulisannya formal dan mengalir. Dengan latar belakang Amerika dan Jakarta, ada suasana salju-taman-komunitas islam, serta tempat khas-kental budaya yang ada di Jakarta (Betawi).

 

    Novel Hatiku Memilihmu diawali dengan Dara Paramitha, lulusan Universitas Columbia, New York yang harus meninggalkan temannya: Keira dan Aisyah. Ia juga harus meninggalkan Brad dan Richard, dua sosok lelaki yang menyukainya. Brad sering bertemu dengan Dara di tempat umum karena bukan mahram dan meskipun sama-sama menyukai, mereka masih belum resmi. Dara merasa harus bertanggung jawab pada ayahnya, Narendra, mengabdi di kantornya, negaranya. Sedangkan Brad sendiri sebagai pianis modern-klasik sekiranya mudah dan tengah berkontrak untuk bekerja di Amerika. Baru awal bekerja, ternyata Richard menyusul Dara dengan bekerja di kantor Narendra. Meskipun gajinya lebih sedikit dengan tempat tidak seluas Amerika, pria cerdas itu diterima dengan lapang. Brad yang mengetahuinya seketika turut ingin menyusul. Di sinilah Brad nanti diajak berkeliling Jakarta, seperti Museum Fatahillah, Museum Wayang, makan soto Betawi, dan tak heran ada konflik dengan Richard. Di sisi lain, Richard memiliki rekan bernama Chatlea Rumi. Lea awalnya jarang shalat, tak pernah puasa, bertemu Richard yang mualaf dan terpaksa jika bersama Richard. Richard disambut hangat ketika bulan idul fitri dan diajak berkeliling takbiran. Lea perlahan kagum dengan Richard. Ia sering bersinggungan kerja dengan Richard, bahkan hingga larut malam. Richard juga mengajaknya untuk melakukan bakti sosial di tempat kumuh di Jakarta. Lea berubah dengan bangun pagi dan mengutamakan shalat, yang dinaungi berkat Richard. Di lain sisi, Richard tetap mengejar Dara mengetahui Brad tidak menunjukkan kepastian menikahi Dara.

    Buku ini dinilai sangat ringan, dapat selesai sekali duduk. Namun, membaca ini untuk kedua kalinya, membuatku tersadar betapa hebatnya perusahaan Narendra yang mengutamakan shalat. Bahkan, meskipun sedang rapat di mana ketuanya sangat galak, ia menjadi lunak jika ada yang izin shalat. Meskipun tokoh utamanya Brad dan Dara, tetapi Arumi E mampu menyisipkan kisah Lea dan Richard yang menggugah hati. Bagaimana Richard mengajarkan untuk mempunyai hidup seimbang—tidak hanya bekerja, ia taat beragama dan menjadi lebih hidup dengan membantu orang lain. Lea yang hijrah tentu menjadi sorotan bagi pembaca. Bagaimana Dara dan Brad menjaga jarak juga patut diacungi jempol. Brad yang mampu menjaga kesetiaannya dari Kathryn, dan Dara yang menjadi perempuan independen, taat pada orang tua. Bukan hanya sampul yang bagus, buku ini memberikan makna bahwa menjadi islam juga tidak meninggalkan kecerdasan atau karakter baik yang dibawa. Perjuangan mualaf sesungguhnya tak pernah mudah, terlebih di Amerika yang menjadi momok untuk disalahkan atau bahkan, dalam pertemanan, agama menjadi penghalang, yang padahal Islam menjadikan seseorang tobat dan meluruskan banyak hal.

 

    Meskipun begitu, novel ini akan lebih baik jika diselipi banyak unsur keagamaan, mengetahui sebenarnya kisah Brad dan Dara dapat lebih pelik lagi. Aku cukup kagum dengan Arumi E yang dadapat memasukan unsur Amerika yang tentunya membutuhnya riset yang banyak.  Ini semua tergantung selera. Sejauh ini, novel ini memberikan makna dari cara penyampaian cerita yang ringan.

 

    Novel ini aku peruntukan untuk orang mualaf, LDR, atau bahkan cinta terhalang agama. Bisa juga untuk orang yang mau dekat lagi dengan islam. Arumi E menyisipkan kisah mengharukan, tentang bagaimana agama menempatkan posisi perempuan tinggi, mempunyai kehidupan yang baik dan lebih hangat.


0 komentar:

Posting Komentar