Pages

Rabu, 14 Desember 2022

Resensi Buku The Things You Can See Only When You Slow Down

 

review and photo credited to @sherenal_

Judul: The Things You Can See Only When You Slow Down

Nama penulis: Haemin Sunim

Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia

Tahun terbit: 2022

Cetakan ke: 13

Kategori: Self Improvement

Jumlah halaman: 265

 


“Ketika batin kita beristirahat, dunia juga ikut beristirahat.”-hal. 13

 

“Alam sadar kita mungkin menginginkan uang, kekuasaan, dan kehormatan, tetapi alam bawah sadar kita menginginkan cinta yang tulus, harmoni, humor, keindahan, kesucian, kedamaian, dan penerimaan.”-hal. 67

Haemin Sunim ialah guru Budha dan penulis terkenal di Korea Selatan. Bukunya tidak sekadar tentang teknik bermeditasi, tetapi juga menghadapi tantangan di kehidupan sebenarnya. Meskipun ia menempuh pendidikan di Amerika Serikat (UC Berkeley dan Harvard), Haemin justru tertarik dengan spiritual. Saat ini ia mengajar agama Budha di Hampshire College di Amherst, Massachusetts. Sedangkan ilustrasi di buku ini dibuat oleh Youngcheol Lee yang merupakan seniman Korea dengan lebih dari 150 pameran yang indah.

 

Pada buku versi Indonesia ini, kredit penulis dan pembuat ilustrasinya diselipkan pada lipatan cover. Pada halaman 61 terdapat ilustrasi menjadi cover buku ini pada versi Inggris. Buku ini terdiri dari Prolog, Delapan Bab (Istirahat, Kebersadaran, Gairah, Hubungan, Cinta, Kehidupan, Masa Depan, Spiritualitas), dan Epilog. Masing-masing babnya memiliki sub bab berjumlah 2. Sebelum membuka halaman awal bab, kita akan disuguhi ilustrasi, demikian pada poin kutipan yang juga terdapat ilustrasi tambahan. Setelahnya, terdapat 2-3 halaman esai dan banyak kutipan pendukung. Di bagian prolog, pembaca disarankan Haemin Sunim membaca pelan-pelan supaya bisa menikmati buku dan hidup lebih santai. Dengan buku ini, aku seperti tahu apa yang dipikirkan dan dirasakan seorang Budha beserta statement yang melekat, seperti pandai kungfu, anak, meditasi yang benar (kualitas bukan kuantitas).

 

Haemin Sunim menyadarkan kita bahwa dunia tidaklah sibuk, yang sibuk batin kita. Kita hendaklah berteman dengan emosi kita bukannya melawannya karena hanya memperparah. Meskipun Haemin seorang Budha yang identik dengan meditasi sendirian, ia tak luput mengingatkan bahwa berbahagia juga bisa dengan membantu orang lain—berinteraksi. Haemin juga menginisiasikan untuk memaafkan orang lain bukan dengan balas dendam, tetapi memberikannya cinta dan berbahagia. Semua kategori disorot oleh Haemin, termasuk percintaan yang sesuai dengan kondisi orang-orang kapan pun—jatuh dan ditolak cinta. Tidak ada yang benar-benar peduli, tidak semua orang harus menyukai kita, dan tindakan kita untuk orang lain sebenarnya untuk diri kita sendiri.

 

“Menyelesaikan satu pekerjaan dengan baik lebih penting daripada perasaan bangga kita saat menyelesaikan pekerjaan dengan baik.”-hal.79

 

“Ketika tidak ada rasa iri atau ekspektasi, bahkan orang paling kaya dan berkuasa sekalipun akan tampak seperti manusia biasa.”-hal.197

 

Ilustrasinya cantik banget. Seandainya dilihat secara dekat dan lama, menikmati gambar dengan lagu atau secangkir teh sangat menenangkan. Di gambar yang identik dengan langit atau kanvas latar belakang yang luas dan tokoh manusia kecil, membuat kita tersadar bahwa sejatinya kita sangatlah kecil dan dunia ini jauh lebih indah dari yang dibayangkan. Dengan latar belakang Haemin Sunim, tak dipungkiri bahwa tentunya beliau telah melalui fase-fase berat, terpatri pada setiap kalimat singkat dan dalam yang ia tulis. Bagi kalian yang kenal Kahlil Gibran, kalian akan senang membaca buku ini karena di salah satu bab mengenai cinta, Haemin Sunim (penggemar Gibran sejak kelas 10) menjelaskan lebih dalam versi lebih logis dan tidak berdramatisasi. Haemin Sunim membuatku mengerti di dunia ini cuma perlu terjun langsung karena sejatinya kita sudah siap—pikiran kitalah yang semakin ragu dan takut jika semakin ditunda.

 

Namun, karena ini merupakan buku terjemahan, terkadang aku merasa kurang pas dengan kutipan yang dituliskan di versi bahasa Indonesia ini. Meskipun begitu, terhitung sangat banyak yang lebih kupahami daripada yang tidak. Jika ditilik lebih jelas, esai di setiap awal bab sebenarnya sudah menjadi poin pokok, sedangkan kutipan berikutnya menjadi pendukung dari esai dengan notabene lebih detail.

 

Untuk kalian yang ingin punya spiritual yang baik, bukan berdasarkan sebagus apa latar belakangmu, tetapi bagaimana membuka hati—merendahkan hati untuk sekitar. Untuk kalian yang ingin mencari hal paling penting di buku ini terletak pada epilognya tentang wajah sejati kita, tentang sebenar-benarnya cara melambatkan waktu. Macam-macam masalah terselesaikan, termasuk Quarter Life Crisis berkat buku The Things You Can See Only When You Slow Down.

0 komentar:

Posting Komentar